Tuesday, May 6, 2014

Bijaklah memilih sekolah keperawatan

Akhir-akhir ini seperti yang semua orang juga ketahui, sudah banyak sekali sekolah-sekolah tinggi ilmu kesehatan/keperawatan yang tersebar ke seluruh pelosok negeri termasuk juga di kota Makassar. Saya jadi ingat waktu jaman awal mula peraturan pemerintah untuk mengkorvesi SPK ke D3, sesaat setelah itu tumbuh lah sekolah2 D3 bak tumbuhnya jamur di musim hujan (atau setelah musim hujan??). Anyway... saya rasa kalian sudah bisa menangkap maksud saya. Hal tersebut di atas (peningkatan jumlah sekolah-sekolah tinggi ilmu keperawatan) juga langsung menjamur sebagai jawaban atas permintaan lulusan S1 keperawatan yang masih belum memenuhi target.

Sebenarnya hal tersebut adalah program yang sangat positif jika pertumbuhan sekolah tersebut bisa di kontrol dalam hal mutu dan kualitas sebuah sekolah.   Tentunya  sekolah-sekolah STIKES ini merupakan kesempatan yang baik untuk perawat-perawat dan calon perawat-perawat yang ingin melanjutkan sekolah di jenjang S1 ataupun ingin bersekolah di jenjang S1. Sangat di sayangkan karena dari beberapa sekolah STIKES yang ada di kota Makassar misalnya, baru beberapa yang terakreditasi dan malah ada beberapa mungkin yang belum terakreditasi tapi tidak terdeteksi. Sayangnya lagi, karena mutu dan kualitas yang tidak terkontrol dengan baik, akhirnya mereka hanya terkesan asal membuka sekolah dan tidak terlalu perduli dengan kualitas lulusan mereka. Ada sekolah yang tidak memiliki cukup dosen tetap, ada juga yang tidak memiliki sarana dan prasana yang memadai misalnya lab dan perpustakaan yang akan menunjang proses belajar mengajar. Ada yang menawarkan program cepat selesai, kehadiran bukan hal utama, yang penting membayar dan akhirnya bisa mendapatkan ijazah. Ada juga sekolah yang menawarkan membuatkan skripsi untuk mahasiswanya, mahasiswa hanya membayar dan ujian tapi tentunya akan lulus dengan mudahnya (berdasarkan hasil observasi dan anecdotical data)

Dari sebuah penelitian yang dilakukan kerjasama Depkes RI, Bappenas, World Bank, dan Royal Netherland Embassy mengenai Indonesia's Doctors, Midwives and Nurses: Current stock, increasing needs, future challenges and options; di dapatkan salah satu challenges di masa depan adalah bagaimana memproduksi perawat dan bidan yang berkualitas, karena kualitas kontrol dan sistem akreditasi untuk sekolah2 tersebut di atas, yang notabene memproduksi jumlah tenaga kesehatan yang lumayan banyak, belum bisa dipertanggungjawabkan mutunya. 

Saya jadi ingat beberapa saat yang lalu, pada waktu awal2 menjamurnya sekolah sekolah STIKES, banyak mahasiswa keperawatan yang unjuk rasa dan memperlihatkan ketidaksetujuan mereka akan fenomena ini dan mempertanyakan peran organisasi perawat dalam hal ini. Mereka mempertanyakan mengapa PPNI sangat mudah memberikan rekomendasi atas pembukaan sebuah sekolah tanpa melihat mutu dan kualitasnya. Saya ingat waktu itu di depan kelas, saya mengatakan kurang lebih seperti ini:
"sebenarnya kalian tidak usah gerah dengan munculnya sekolah2 yang tidak jelas tersebut, yang kalian harus lakukan (Kalian=mahasiswa PSIK FKUNHAS) adalah belajar dengan giat dan bersungguh-sungguh karena hanya dengan begitu kalian bisa memperlihatkan bahwa kalian beda dengan mereka yang lulusan sekolah lain. Tidak ada gunanya menggugat mereka, meminta ijin mereka dicabut, kita akan melihat bahwa yang berkualitas lah yang akan exist dan yang tidak sanggup akan mati dengan sendirinya. Biarlah masyarakat sendiri yang menilai, ....."

Saya pribadi juga kurang setuju dengan pelaksanaan sekolah-sekolah STIKES yang tidak perduli terhadap kualitas lulusan. Tapi untuk saat ini kita tidak bisa berbuat apa-apa dan biarkan waktu yang menjawab. Saya hanya berharap masyarakat bisa lebih bijak dalam memilih sekolah seandainya tidak bisa di terima di PTN untuk jenjang S1 keperawatan. Bijaklah dalam memilih sekolah, apakah sekolah tersebut sudah terakreditasi atau belum, bagaimana tenaga pengajarnya (dosen tetap dan LB), kualifikasi dosennya, fasilitasnya, apakah sudah memiliki program Ners atau belum. Banyak hal yang bisa anda teliti sebelum memutuskan untuk memilih sekolah tersebut. Jangan hanya melihat karena gampang masuk dan lulusnya, jangan percaya langsung dengan info yang diberikan, bisa dijajaki dari lulusan atau mahasiswa yang sedang kuliah di tempat tersebut. 

Nah, kenapa saya tiba-tiba mengangkat masalah ini, karena beberapa minggu yang lalu ketika menjadi pewawancara untuk program S2 Keperawatan di PSMIK UNHAS, ada seorang peserta dari STIKES 'YPK' yang belum terakreditasi. Peraturan dari Pasca UNHAS adalah tidak menerima jika dari STIKES yang belum terakreditasi. 

Sebenarnya saya sangat sedih, karena kandidat tersebut sekarang perawat di salah satu RS di daerah, dan yang membuat saya sedih karena melihat motivasi kandidat tersebut sangat besar untuk sekolah tapi terkendala karena lulusan sekolah yang belum terakreditasi. Sempat sedihnya juga karena kandidatnya sampai menangis dan menyesali mengapa dia dulu memilih sekolah tersebut. Sempat curhat juga bahwa waktu dia mendaftar diinfokan bahwa sekolah tersebut sedang mengurus akreditasi tapi sampai dia lulus belum ada beritanya. Dia juga sempat mengatakan bahwa dia tidak akan merekomendasikan sekolah tersebut ke orang lain.

Well...that's what I mentioned before, biarkan lah masyarakat yang menilai. Kepada pengurus sekolah2 STIKES, tolonglah perbaiki kualitas sekolah anda dan ingat anda diharapkan akan menghasilkan perawat-perawat yang professional, bukan hanya sekedar perawat abal-abal. 

Referensi



Rokx, C., Satriawan, E., Marzoeki, P., & Harimurti, P. (2009). Indonesia's Doctors, Midwives and Nurses: Current stock, increasing needs, future challenges and options.  Retrieved 24 September 2012, from Depkes-RI, Bappenas, World Bank, Royal Netherland Embassy http://www-wds.worldbank.org/external/default/WDSContentServer/WDSP/IB/2009/06/22/000334955_20090622105305/Rendered/PDF/477150WP0Indon1BOX0338925B01PUBLIC1.pdf

No comments:

Post a Comment